IKLAN TAJAAN

Jun 23, 2011

Kasih bapa


Suatu ketika Umar al-Khattab radhiyallahu ‘anhu dan beberapa orang sahabat melihat seorang perempuan mendukung seorang lelaki tua. Lalu beliau bertanya kepada perempuan itu, “apakah perihalnya kamu ini?”

Perempuan itu menjawab, “yang aku dukung ini adalah ayahku. Dia sudah tua (nyanyuk) dan mahu bermain denganku”

Umar al-Khattab radhiyallahu ‘anhu teruja dengan kejadian itu lalu berkata, “wahai sahabat, lihatlah perempuan ini. Beliau telah menunaikan hak bapanya ke atas dirinya”

Perempuan itu membalas, “tidak ya Amir al-Mu’minin. Aku belum menunaikan hak bapaku ke atas diriku. Semasa dia menjaga aku ketika aku kecil, dia mendoakan panjang umurku. Tetapi semasa aku menjaganya ketika dia tua. Aku tertanya-tanya bilakah orang tua ini akan mati!” (di petik darihttp://saifulislam.com/4108)

Sesungguhnya kamu jika berbakti kepada kedua ibu bapamu tidak akan dapat menandingi kehebatan kasih sayang mereka pada kamu. Kasih sayang yang mereka limpahan tidak mengharapkan apa-apa balasan. Sedangkan kamu berbakti kepada mereka dan mengharapkanbalasan, samada ganjaran di dunia atau akhirat dan tidak kurang juga yang menanti-nanti kematian mereka.

*
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rezeki, maka berbaktilah kepada ibu bapa dan sambunglah tali silaturrahim dengan kerabat.” (HR Imam Ahmad)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kehinaan bagi sesiapa yang memiliki kedua ibu-bapanya yang tua salah seorang atau kedua-duanya, dan tidak dapat memasuki syurga.” (HR Muslim)

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap ibu dan bapa kamu dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka telah mengasihi aku pada waktu aku kecil” (al-Isra’ ayat 24)

Hukum minum berdiri


Para Fuqaha' telah khilaf dalam masalah hukum minum berdiri ini:

Ada yang berpendapat ianya haram, dan hanya dibolehkan jika seseorang itu terhalang untuk duduk, dan inilah pendapat Imam Ibn Qayyim berdasarkan hadis Anas dalam Sahih Muslim bahawa "sesungguhnya Nabi SAW melarang minum sambil berdiri" dan dalam riwayat yang lain berbunyi "Nabi SAW melarang rijal (laki-laki dan termasuk perempuan) dari minum berdiri" beliau meriwayatkannya dari hadis Said bin al-Khudry.

Namun, para fuqaha' lainnya ada berpendapat larangan minum berdiri ini telah dimansuhkan (dihilangkan hukum) berdasarkan hadis Ibn Abbas yang berkata: "aku memberi (menghulurkan) air zam-zam pada Rasulullah SAW, dan Baginda meminumnya sambil berdiri" hadis Riwayat Bukhari dan Muslim dalam sahih mereka.

Dan dalam sahih Bukhari, hadis daripada jalan Abdul Malik bin Maisarah daripada al-Nizaal,ia berkata: "Ali bin Abi Tholib datang ke "bab al-Ruhba" dan dia minum sambil berdiri, kemudian berkata "ada antara kamu tidak suka orang minum sambil berdiri, dan aku melihat Baginda SAW minum seperti yang aku sedang lakukan sekarang (berdiri)"

Oleh itu dibuat kesimpulan bahawa, hadis yang melarang daripada makan dan minum sambil berdiri memberi erti ia tidak digalakkan, dan hadis yang membenarkan makan dan minum sambil berdiri memberi erti perbuatan itu bukanlah dosa (cuma tak digalakkan) dan ini adalah seperti pendapat at-Tabari, al-Khattabi dan al-Hafiz Ibn Hajar.

Dan dikatakan bahawa kedua-dua pilihan ini (berdiri atau duduk) adalah dibenarkan tanpa larangan/tanpa makruh (bi duun kiraha), namun minum sambil duduk adalah lebih baik kerana Baginda SAW melakukannya lebih kerap (banyak kali) berbanding berdiri.

Wallah-hu-a'lam (Allah lebih mengetahui)



Jangan Sombong


Seseorang yang menyatakan dirinya lebih unggul daripada orang lain, ia akan menolak segala macam kritikan, peringatan, atau nasihat yang datang dari mereka. Meskipun ada orang lain yang mengingatkan dirinya akan hal yang belum ia pertimbangkan, ia akan sangatterpengaruh oleh perasaan unggul dalam dirinya. Ia akan tetap mempertahankan pendapatnya daripada tunduk pada kebenaran tersebut, walaupun ia tahu bahawa ia berada dalam posisi yang salah.

Dengan begitu, ia menjadi tidak ikhlas dan dikawal oleh hawa nasunya. Meskipun demikian, apa yang menjadi contoh keikhlasan adalah menuruti apa yang dikatakan orang lain (bila ia salah, sedangkan orang lain benar.) serta berserah diri tanpa perlu merasa lebih unggul dari orang lain. Untuk mencapai tujuan tersebut, yang pertama dan terpenting adalah kemampuan meninggalkan perasaan ego yang menjadi penyebab timbulnya kesombongan serta menahan diri dari sifat keras kepala dalam diri kita. Hanya dengan demikian, kita diharapkan mampu memenuhi roh Al Qur`an dan beramal dengan ikhlas. melawan kesombongan dan mengakui bahawa mukmin sejati tidak selalu menuruti fikirannya sendiri.

ubat penyakit ini adalah dengan menyalahkan jiwamu sendiri sebelum orang lain menyalahkannya. Dan dengarkan nasihat sahabatmu, bukan hanya nasihat dari dirimu sendiri.Barangsiapa yang ingin berdebat tentang masalah apa pun, menginginkan kata benar, siapa saja yang ingin benar dan lawannya salah dan keliru, orang yang demikian telah berlaku tidak adil.’ Tidak hanya itu, orang yang demikian, ketika ia memunculkan kemenangan dalam perdebatan tersebut, ia belum mempelajari segala sesuatu yang sebelumnya tidak ia ketahui dan kemungkinan rasa kebanggaanya akan menyebabkan dirinya kalah. Akan tetapi, apabila lawan bicaranya benar, ia akan belajar sesuatu yang sebelumnya tidak ia ketahui dan dengan demikian ia mndapatkan sesuatu tanpa sedikit pun merasa kalah.

Itu sama baiknya seperti terpelihara dari kesombongan. Seseorang yang adil sehubungan dengan kegemarannya pada kebenaran, akan mempersoalkan keinginan jiwanya untuk menuntut sesuatu dari kebenaran tersebut. Jika ia melihat lawannya berada pada posisi yang benar, ia dengan rela akan menerima kekalahannya dengan sukacita. hasilnya seseorang hanya dapat dicapai bila ia mampu melawan kesombongan yang merosak keikhlasan. Allah adalah Zat yang telah menganugerahkan atas diri umat manusia fikiran dan kemampuan.

Jun 19, 2011

Sikap terhadap nikmat ALLAH swt


Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu ? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. (Ad Duha, 93:5-11)

Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah olehmu sekalian di waktu Allah menjadikanmu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Al A’raf, 7:69)

Sesetengah orang, sebelum bersyukur menunggu dulu turnunya nikmat tertentu atau selesainya masalah besar. Padahal, jika mereka berfikir sejenak, mereka akan melihat bahawa setiap saat dalam kehidupan seseorang penuh dengan nikmat. Secara berkesinambungan, pada setiap saat, nikmat yang tidak terhitung jumlahnya diberikan kepada kita seperti kehidupan, kesehatan, kecerdasan, kesadaran, pancaindera, dan udara yang kita hirup. Sudah seharusnya kita bersyukur atas setiap nikmat tersebut, satu demi satu. Orang yang lalai dalam mengingat Allah dan merenungkan bukti bukti penciptaanNya tidak menyadari nilai nikmat mereka di saat mereka memilikinya. Mereka tidak bersyukur dan mereka hanya mengerti nilai nikmat nikmat itu ketika semua diambil dari mereka.

Namun orang beriman merenungkan betapa tidak berdayanya mereka dan betapa perlunya mereka kepada semua nikmat ini, sehingga mereka senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut. Orang beriman tidak hanya bersyukur kepada Allah atas kesejahteraan, kekayaan, dan harta benda. Mereka mengetahui bahawa Allah adalah Pemilik dan Penguasa segala hal. Mereka bersyukur kepada Allah atas kesihatan, penampilan yang cantik, pengetahuan, kecerdasan mereka, atas kecintaan mereka akan iman dan kebencian mereka kepada kekafiran, atas kenyataan bahawa mereka berada di jalan yang benar, atas keterlibatan mereka bersama orang orang beriman dengan sepenuhnya, atas pengertian, pemahaman dan pandangan mereka, dan atas kekuatan fizikel dan rohani mereka. Mereka segera bersyukur kepada Allah saat mereka melihat pemandangan indah atau saat mereka mengatur pekerjaan mereka dengan baik, saat mereka menerima sesuatu yang mereka inginkan, mendengar ucapan yang baik, menyaksikan perbuatan kasih sayang dan rasa hormat, dan segala macam nikmat yang terlalu banyak untuk disebutkan. Mereka mengingat Nya sebagai Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Jika orang beriman menunjukkan dalam perbuatan baiknya bahawa nikmat yang telah dia terima tidak akan membuatnya rakus, sombong dan tinggi hati, Allah akan memberikan untuknya nikmat yang lebih banyak lagi. Firman ALLAH yang bermaksud:

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrahim, 14:7)

Memahami bahawa Kehidupan Dunia Ini Adalah Sementara


Di seluruh dunia, setiap manusia tidak terkecuali, membicarakan atau memikirkan satu tema pada satu titik dalam kehidupan mereka: berumur panjang dan menghindari kematian seboleh mungkin. Hingga saat ini, para ilmuwan telah melakukan usaha usaha yang serius selama berabad abad dan telah berusaha menemukan formula formula untuk membuat manusia hidup lebih lama. Bagaimanapun, hingga saat ini, tidak ada kemajuan apa pun yang dicapai. Kerana itu firman ALLAH swt yang bermaksud:

“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cubaan (yang sebenar benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan,” (al-Anbiyaa` 34-35)

Allah mengatakan kepada kita bahawa setiap manusia diciptakan tidak abadi (akan mati). Sebuah kenyataan yang setiap kita pasti akan hadapi pada waktu yang telah ditentukan. Tanpa mengabaikan kenyataan bahawa manusia enggan memikirkan atau menerima kenyataan kematian, kenyataan bahawa manusia akan mati adalah sebuah kebenaran mutlak. Dalam hal apa pun, kehidupan dunia ini sangatlah singkat dan sementara sifatnya. Setiap orang diturunkan ke dunia ini untuk diuji dalam waktu berkisar antara tujuh belas sampai tujuh puluh tahun. Kerana itulah, akan menjadi sebuah kesalahan yang besar bagi seseorang untuk mendasarkan rancangan hidupnya hanya untuk dunia, untuk menerima persinggahan yang sebentar ini sebagai kehidupan sejatinya, dan untuk melupakan akhirat di mana ia akan hidup selamanya. Kenyataan ini terlihat begitu jelas dan mudah hingga semua kita boleh memahaminya dengan cepat. Akan tetapi, sebagaimana ditunjukkan dalam firman ALLAH swt yang bermaksud:

“Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun,” (al-Mulk 2)

Allah memperindah dunia ini untuk menciptakan di mana dalamnya manusia akan diuji. Manusia seharusnya tidak tertipu oleh kenyataan bahawa sebagian orang berlumba lumba satu sama lain untuk meningkatkan kesenangan hidup di dunia ini. Hal ini kerana, seperti yang ditunjukkan oleh Al Qur`an mereka yang hidup dalam kelalaian, tidak dapat menganggap sebuah kelompok kecuali bila mereka memiliki sifat sifat yang dikehendakinya. Mereka yang berusaha untuk mengumpulkan dan menimbun harta kekayaan, mengorbankan kepercayaan mereka untuk mendapatkan kekuasaan. Mereka yang memainkan peranan sebagai orang yang ingin mendapatkan penghargaan atau penerimaan dari orang lain, sebenarnya mencari cita cita yang khayalan. Menganggap bahawa kehidupan dunia ini adalah nyata dan mengejar keuntungan serta balasan duniawi tanpa harapan, adalah ketidaklogikan, kelucuan, dan kehinaan, seperti menyalahkan adegan dari sebuah sandiwara nyata.

Bagaimanapun, haruslah diingat bahawa yang tertipu itu bukan hanya mereka yang mengabdikan dirinya pada kehidupan dunia ini, melainkan juga mereka yang berusaha mendapatkan dunia dan akhirat. Kehidupan dunia ini diciptakan sebagai bekalan bagi manusia. manusia harus memakainya sebaik mungkin atas segala pesonanya dan menikmati anugerahnya yang berlimpah. Akan tetapi, kita tidak boleh mengidealkan dan tidak juga mengejar anugerah ini dengan keinginan yang berlebihan. Ia harus menjadikannya alat untuk hidup sesuai dengan agama dalam sikap sebaik mungkin, untuk menghargai Allah, dan bersyukur setelah menyadari bahawa semua itu dilimpahkan Allah kepadanya. Di dalam ayat berikut, Allah mengingatkan umat manusia bahawa tingkah laku mereka yang hanya mengingat hari akhir saja adalah yang terbaik dalam kebaikan bersama Allah.

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya, Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlaq yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.” (Shaad 45-47)

Meskipun demikian, Allah melimpahkan anugerah duniawi yang luar biasa atas mereka yang dengan ikhlas berpaling kepada-Nya dan menginginkan hari akhirat. Jadi, seseorang yang mengambil jarak dengan keikhlasan dengan mengatakan, “Biarkan aku memiliki dunia ini dan akhirat, pada akhirnya akan kehilangan kedua-duanya. Orang yang selalu hanya mencari akhirat akan mendapatkan keberkahan dunia dan akhirat.

Kematian


Sesungguhnya kehidupan yang abadi, Setiap manusia akan dihidupkan kembali setelah mati dan menghitung amalnya di hadapan Allah. Siapa saja yang beriman pada-Nya dengan sepenuh hati selama hidupnya di dunia, yang mengabdi pada-Nya dan bertaubat atas dosanya akan mendapat balasan berupa kehidupan abadi di syurga. Tapi mereka yang mengharapkan kehidupan dunia dibandingakan redha Allah dan hari akhir maka akan mendapat balasan berupa siksaan yang tak pernah terbayang sebelumnya.

Maka dari itu, manusia harus berusaha agar terhindar dari tipu daya kehidupan duniawi yang bersifat sementara. Tidak ada satupun keindahan di dunia kecuali semua akan berakhir. Tinggallah sebuah makna. Jantung Anda, yang telah berdenyut bertahun-tahun, berhenti berdenyut. Dan Anda akan menghirup nafas terakhir. Dan kematian membawa Anda pergi, tubuh Anda mulai terasa dingin. Suhu tubuh turun, dan kematian mengiringinya.

Tujuan hidup manusia sesungguhnya adalah menghamba pada Allah, yang telah menciptakan dan memberikan berkah, dan mencari redhaNya. Manusia harus tahu bahawa segala yang ada di dunia bersifat sementara. Hanya Allah lah yang kekal. Dalam sebuah ayat, Allah menjelaskan tentang kehidupan dunia sebagai berikut:

Semua yang ada di bumi itu akan binasa; tapi Dzat Tuhanmu akan tetap kekal, yang mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan. (Ar Rahmaan 55: 26-27)

Setiap manusia haruslah mengabdikan diri pada Allah, iman padaNya dan hidup dengan aturanNya. Dia harus toleransi dan rendah hati, pemaaf, serta suka menolong orang lain. Dia harus berlaku jujur, bekerja dengan keras dan cerdas, serta mahu berkorban . Manusia yang menunjukkan kebaikan seperti ini akan terhindar dari hawa nafsu pribadinya. Hanya dengan cara itu dia boleh tertolong. Seperti firman Allah dalam Al-Quran:

… dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al Hasyr 59 : 9)

Akhirat Tempat Tinggal Sebenarnya

Ramai yang merasakan bahawa mungkin menjalani kehidupan yang sempurna di dunia ini. Menurut pandangan ini, hidup yang bahagia dan menyenangkan dicapai melalui kelimpahan alam, yang bersama dengan sebuah kehidupan rumah tangga yang memuaskan dan pengakuan atas status sosial seseorang umumnya dianggap sebagai asas bagi kehidupan yang sempurna.

Namun menurut cara pandang Al Quran, suatu “kehidupan yang sempurna” iaitu, kehidupan tanpa masalah, adalah mustahil di dunia ini. Ini kerana kehidupan di dunia memang sengaja dirancang untuk tidak sempurna. Akar kata bahasa Arab bagi ‘dunia’ dunya mempunyai sebuah erti yang penting. Secara etimologis, kata ini diturunkan dari akar kata daniy, yang bererti “sederhana”, “remeh”, “rendah”, dan “tak berharga”. Jadi, kata ‘dunia’ dalam bahasa Arab secara inheren mencakup sifat sifat ini. Memang semua faktor yang dipercaya akan membuat hidup indah umpamanya  kekayaan, kesenangan pribadi dan perniagaan, pernikahan, anak anak, dan sebagainya tidak lebih dari tipuan yang sia sia. Ayat tentang ini sebagai berikut:

“Ketahuilah, bahawa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah  megah antara kamu serta berbangga banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.……deception? (QS. Al Hadiid, 57: 20)

Dalam ayat lainnya, Allah menyebutkan kecenderungan manusia kepada dunia daripada akhirat:

“Tetapi kamu (orang orang kafir) memilih kehidupan duniawi, Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”.. (al-A'laa: 16-17)

Berbagai masalah muncul hanya kerana, dibandingkan hari akhirat, manusia menilai hidup ini terlalu tinggi. Mereka merasa senang dan puas dengan apa yang mereka miliki di dunia ini. Perilaku seperti ini tidak lain bererti memalingkan diri dari janji Allah dan kerananya dari keberadaan Nya yang agung. Allah menyatakan bahawa akhir yang memilukan telah menunggu mereka.

“Sesungguhnya orang orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang orang yang melalaikan ayat ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan”.…. (Yunus, 10: 7-8)

Suda pasti, ketidaksempurnaan hidup ini tidak menyangkal kenyataan adanya hal hal yang baik dan indah di muka bumi. Tetapi di bumi ini, apa yang dinilai indah, menggembirakan, menyenangkan, dan menarik dengan ketidaksempurnaan, cacat dan jelek. Dan semestinya, jika difahami dengan fikiran yang tenang dan teliti, fakta fakta ini akan membuat seseorang menyadari kebenaran hari akhir. Bersama Allah, kehidupan yang benar benar baik dan bermanfaat bagi manusia adalah kehidupan akhirat. Allah memerintahkan para hamba Nya yang setia berusaha keras memperoleh surga dalam ayat berikut:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (Ali Imran, 3: 133)

Jun 14, 2011

Masjid tempat ibadah bukan medan niaga


Oleh Mohd Ali Muhamad Don

2011/06/14

SESUAI dengan jolokannya sebagai Rumah Allah, masjid menjadi lambang keutuhan hubungan hamba dengan Penciptanya. Di zaman Nabi Muhammad SAW, fungsi masjid sangat meluas hingga Masjid Nabi di Madinah menjadi pusat pentadbiran negara, pusat taktikal mengatur strategi peperangan dan pusat pendidikan terulung. 

Masjidil Aqsa di Palestin pernah menjadi pusat transit Nabi Muhammad SAW sebelum di bawa dalam pengembaraan agung naik ke langit bertemu Allah dalam peristiwa Isra’ dan Mikraj di bulan Rejab yang mulia.
Disebabkan kedudukan masjid yang begitu tinggi, umat Islam dinasihat tidak mencemari kesuciannya dengan melakukan perkara yang ditegah ketika berada dalam masjid. Kebelakangan ini ada pihak menjadikan masjid pusat mempromosi barangan jualan dan perkhidmatan yang ditawarkan.
Daripada promosi pakej haji dan umrah, ibadah korban sehinggalah kepada penjualan kitab agama. Tembok dan kawasan masjid juga mula dipenuhi kain rentang mempromosikan perniagaan. Mereka yang terbabit terdiri daripada kalangan pengerusi dan ahli jawatankuasa masjid, ustaz dan ustazah juga daripada kalangan peniaga sendiri. 

Perlu diketahui perbuatan ini sebenarnya ditegah dilakukan dalam masjid mahupun di kawasan persekitarannya. Perkara ini dapat diperhatikan daripada sabda Nabi Muhammad SAW yang bermaksud: “Jika kamu melihat orang berjual beli dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, moga Allah tidak menguntungkan perniagaan kamu. Dan jika kamu melihat orang mencari barangan yang hilang dalam masjid maka katakanlah padanya, moga Allah tidak menemukan barangan kamu yang hilang itu.” (Hadis riwayat Imam al-Tirmizi). 

Walaupun ada sebilangan ulama mengharuskan jual beli dalam masjid namun al-Syeikh al-Mubarkapuri menegaskan, beliau belum pernah menemui sebarang dalil mengharuskan perbuatan itu. Justeru, larangan tetap berlaku sehingga ada dalil lain menunjukkan sebaliknya. 

Selain itu, perbuatan merokok dalam masjid dan persekitarannya juga tidak mencerminkan nilai keagungan masjid kerana masjid termasuk syiar agama yang perlu diagungkan. Jika kawasan pelancongan dan tumpuan ramai boleh diwartakan sebagai kawasan larangan merokok dan dikenakan kompaun mengapa masjid yang mulia dan kawasan persekitaran tidak diisytihar sebagai kawasan larangan merokok. 
Mentaliti segelintir umat Islam yang sering menjadikan masjid dan surau sebagai tandas awam percuma juga hendaklah dibuang jauh-jauh. Walaupun tidak dilarang untuk menggunakan segala kemudahan yang ada apalah salahnya jika selesai qada’ hajat, sumbangkan sedikit wang ringgit untuk membiayai kos penggunaan air dan elektrik masjid yang diamanahkan kepada semua umat Islam. Apatah lagi jika masjid dan surau itu hanya bergantung kepada sumbangan orang ramai. 

Ada adab lain yang perlu diperhatikan contohnya sebelum masuk masjid hendaklah terlebih dahulu berwuduk, kemudian melangkah masuk dengan kaki kanan dan membaca doa masuk masjid sambil berniat iktikaf. 

Setelah itu disunatkan sembahyang sunat wuduk ataupun tahiyatulmasjid. Ketika berada dalam masjid, jemaah dilarang daripada berkata-kata mengenai hal duniawi, duduk dengan sopan, tawaduk dan khusyuk. 

Apabila berzikir atau mengaji, elakkan daripada membaca terlalu kuat sehingga mengganggu jemaah lain. Apabila ingin keluar pastikan semua lampu dan kipas dimatikan terutama jika tiada jemaah lain yang tinggal, melangkah keluar dengan kaki kiri sambil berdoa memohon limpah kurnia Ilahi. 

Semua perkara ini tampak remeh dan tidak perlu diperbesarkan. Namun, masih ada segelintir masyarakat Islam yang kurang memahami fungsi dan peranan sebenar masjid, perkara ini perlu sentiasa diingatkan. 

Apatah lagi sejak akhir-akhir ini institusi masjid sering dimanipulasi oleh pihak berkepentingan untuk tujuan yang pelbagai. 

Justeru menjadi tanggungjawab semua masyarakat Islam mempertahankan kesucian masjid daripada anasir tidak sepatutnya. 

Umat Islam juga diseru mengimarahkah masjid dengan aktiviti keagamaan. 

Penulis ialah Pensyarah Pusat Pemikiran dan Kefahaman Islam, UiTM Kampus Johor Bahru 

[Design] Bertambah Ilmu Bertambah Amal


Jarang orang menganggap dirinya berdosa bila tidak mengamalkan ilmu yang pernah dipelajarinya terutamanya ilmu-ilmu fardhu 'ain, ilmu-ilmu memperbaiki diri. Padahal ilmu-ilmu yang kita pelajari yang tidak kita amalkan, atau tidak berniat untuk mengamalkannya, itu adalah satu dosa juga.

Berpandu dari Al Quran, jelaslah satu dosa yang nyata bagi orang yang tidak mengamalkan ilmunya. Sepatutnya kita selalu berdoa dan merintih kepada Allah agar kita dilindungi dari ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat dan tidak diamalkan.

Kadangkala terjadi pembaziran masa dan tenaga dalam menuntut ilmu. Ilmu-ilmu fardhu ain dan baiki diri tidak sungguh-sungguh dituntut sehingga ilmu fardhu ain tidak cukup. Manakala ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kehidupan di dunia seperti matematik, ekonomi , bilologi, kimia dan lain-lain walaupun tidak salah mempelajarinya tetapi dipelajari sampai berlebih-lebih.
Tetapi, jangan pula kita tidak mahu menuntut ilmu dunia dan juga ilmu akhirat kerana takut tidak mengamalkannya. Itu lebih teruk dan hina.
ڪَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ
Amat besar kebenciannya di sisi Allah, kamu memperkatakan sesuatu yang kamu tidak melakukannya.
( Surah As-Saff 61: Ayat 3)

Ketahuilah, Maksiat Dapat Mengurangi Umur


etulkah maksiat dapat mengurangi umur? Lalu apa hakikat kehidupan yang sebenarnya?
Betapa banyak orang yang bergelimang dalam maksiat. Ingin dagangannya laris, dia rela mengadu pada dukun atau melakukan pesugihan-pesugihan di tempat keramat. Atau ada juga yang menggantung jimat-jimat tertentu yang tidak jelas maksudnya, kadang berupa huruf hijaiyah yang tidak jelas apa maksud tulisan tersebut. Inilah manusia, hanya ingin meraih keuntungan dunia dan rela mengorbankan agamanya dengan berbuat syirik pada Allah. Ada pula yang ingin meraih keuntungan dalam usahanya dengan rela makan dari hasil riba, atau undian berhadiah yang maksudnya adalah judi, atau bentuk maksiat lainnya. Begitu pula tidak bosan-bosannya para pemuda berdua-duan (alias kholwat) yang ingin memadu kasih tanpa ada status nikah sama sekali. Itulah manusia tidak bosan-bosannya berbuat maksiat dan dosa. Padahal dosa dan maksiat memiliki dampak yang sangat besar sekali, di antaranya adalah pada umur. Berikut penjelasan dari Ibnul Qoyyim. Semoga bermanfaat.

Ketahuilah bahwa maksiat dapat mengurangi umur dan pasti dapat pula mengurangi keberkahannya, sebagaimana pula amalan kebaikan dapat menambah umur. Itulah perbuatan dosa dapat mengurangi umur.

Perlu diketahui bahwa para ulama sebenarnya berselisih pendapat dalam masalah ini. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan berkurangnya umur adalah hilangnya keberkahan umur. Ini memang benar dan inilah di antara dampak berbuat maksiat.

Ulama lainnya mengatakan bahwa berkurangnya umur adalah berkurangnya umur secara hakiki artinya umurnya betul-betul berkurang, sebagaimana rizki juga bisa berkurang.
Allah Ta’ala telah menjadikan berkah pada rizki karena berbagai sebab yang bisa menambah rizki tadi. Begitu pula keberkahan umur datang karena berbagai sebab yang bisa menambah keberkahan umur.

Para ulama mengatakan bahwa bertambah umur itu pasti terjadi karena sebab, begitu pula berkurangnya umur. Begitu pula rizki, ajal, kebahagiaan, kesengsaraan, sehat, sakit, kaya, miskin, walaupun itu semua terjadi dengan ketetapan Allah, tetapi pasti ketetapan Allah ini juga terjadi dengan adanya sebab.

Hakekat Kehidupan adalah Hidupnya Hati

Para ulama lain mengatakan bahwa dampak maksiat dapat menghilangkan keberkahan umur karena hakekat kehidupan adalah hidupnya hati. Oleh karena itu, Allah Ta’ala menyebut orang kafir dengan sebutan mayit karena memang mereka adalah orang yang mati hatinya. Sebagaimana hal ini terdapat pada firman Allah (yang artinya), “Mereka (orang kafir) bukanlah orang yang hidup.” (QS. An Nahl: 21)

Jadi ingatlah bahwa kehidupan yang hakiki adalah kehidupan hati. Dan ingatlah bahwa umur manusia adalah lama hidupnya. Namun, umur yang hakiki adalah waktu yang dia digunakan dalam ketaatan kepada Allah.

Waktu yang digunakan dalam ketaatan inilah umur sebenarnya. Oleh karena itu, kebaikan dan ketaatan akan menambah umurnya yang sebenarnya dan selain itu tidaklah menambah umurnya.

Oleh karena itu, jika seorang hamba berpaling dari Allah dan gemar melakukan maksiat, maka dia berarti telah menyia-nyiakan hakikat umur yang sebenarnya.

Jadi inti permasalahan ini semua: umur seseorang adalah lama kehidupannya. Dan tidak ada kehidupan yang hakiki kecuali dengan mentaati Allah, nikmat dalam mencintai dan berdzikir pada-Nya, dan selalu mengutamakan untuk mencari ridho-Nya.

Inilah faedah dari Ibnul Qoyyim dalam kitabnya Ad Daa’ wad Dawa’ (Al Jawabul Kafi liman Sa’ala ‘aniddawa’i Asy Syafiy), hal. 65-66, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah

Semoga Allah memberikan kehidupan yang hakiki bagi kita semua dengan selalu mentaati-Nya.

Beda Waqaf dan Sedekah


Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pengertian Waqaf

Waqaf itu sejenis ibadah maliyah yang speksifik. Asal katanya dari kata wa-qa-fa (وقف) yang artinya tetap atau diam. Maksudnya adalah bahwa seseorang menyerahkan harta yang tetap ada terus wujudnya namun selalu memberikan manfaat dari waktu ke waktu tanpa kehilangan benda aslinya.

Wakaf berbeda dengan sedekah biasa. Kalau sedekah biasa, begitu seseorang memberikan hartanya, maka biasanya harta itu langsung habis manfaatnya saat itu juga. Misalnya, seseorang bersedekah memberikan 10 orang miskin makan siang. Begitu makanan sudah dilahap, maka orang itu dapat pahala. Tapi tidak ada pahala lainnya setelah itu, sebab pokok sedekah itu sudah selesai manfaatnya.

Sedangkan dalam wakaf, seseorang bersedekah dengan harta yang pokoknya tetap ada, namun harta itu bisa menghasilkan pemasukan atau penghasilan yang bersifat terus menerus dan juga rutin.

Misalnya seseorang mewakafkan seekor sapi untuk fakir miskin. Sapi itu tidak disembelih untuk dimakan dagingnya, melainkan dipelihara oleh orang yang ahli dalam pekerjaannya. Yang diambil manfaatnya adalah susunya yang diperah. Susu itu misalnya boleh dibagikan kepada fakir miskin, atau dijual yang hasilnya untuk kaum fakir miskin.

Contoh lain seseorang mewakafkah sebidang sawah untuk ditanami. Sawah itu diserahkan kepada orang yang amanah untuk menanaminya, di mana hasilnya diperuntukkan khusus untuk anak-anak yatim.

Contoh lain, seseorang mewakafkan sebuah sahamnya perusahaan. Semua deviden (bagi hasil) yang didapatnya akan diserahkan kepada masyarakat miskin untuk bea siswa pendidikan.

Masyru’iyah Waqaf

Bentuk sedekah model wakaf ini sudah dicontohkan sejak zaman nabi dan para shahabat. Salah satunya adalah apa yang diwakafkan oleh sayyidina Umar bin Al-Khattab ra., sebagaimana tercantum dalam hadits berikut ini.


عبد الله بن عمر, قال: { أصاب عمر أرضا بخيبر فأتى النبي صلى الله عليه وسلم يستأمره فيها فقال: يا رسول الله, إني أصبت أرضا بخيبر, لم أصب قط مالا أنفس عندي منه, فما تأمرني فيها ؟ فقال: إن شئت حبست أصلها, وتصدقت بها, غير أنه لا يباع أصلها, ولا يبتاع, ولا يوهب, ولا يورث. قال: فتصدق بها عمر في الفقراء, وذوي القربى, والرقاب, وابن السبيل, والضيف, لا جناح على من وليها أن يأكل منها, أو يطعم صديقا بالمعروف, غير متأثل فيه, أو غير متمول فيه } متفق عليه

Dari Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Umar bin al-Khattab mendapat sebidang tanah di khaibar. Beliau mendatangi Rasulullah SAW meminta pendapat beliau, “Ya Rasulallah, aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar yang belum pernah aku dapat harta lebih berharga dari itu sebelumnya. Lalu apa yang anda perintahkan untukku dalam masalah harta ini?” Maka Rasulullah SAW berkata, “Bila kamu mau, bisa kamu tahan pokoknya dan kamu bersedekah dengan hasil panennya. Namun dengan syarat jangan dijual pokoknya (tanahnya), jangan dihibahkan, jangan diwariskan.” Maka Umar ra. bersedekah dengan hasilnya kepada fuqara, dzawil qurba, para budak, ibnu sabil juga para tetamu. Tidak mengapa bila orang yang mengurusnya untuk memakan hasilnya atau memberi kepada temannya secara makruf, namun tidak boleh dibisniskan… (HR. Muttafaq ‘alaihi)

Pohon kurma itu bersifat tetap, yakni ada terus dan tidak ditebang. Pohon-pohon itu adalah pokok yang terus dipelihara dan dirawat. Yang dimanfaatkan adalah hasil atau manfaatnya yang diniatkan oleh beliau sebagai sedekah rutin kepada fakir miskin.

Kepemilikan

Harta yang sudah diwakafkan sebenarnya statusnya sama dengan semua pemberian lainnya, yaitu si pemberi sudah tidak lagi punya hak atas apapun atas harta itu. Namun hal itu tergantung akadnya. Bisa saja akad sebuah waqaf itu hanya pada manfaatnya, sedangkan kepemilikan benda itu tetap masih ada dimiliki oelh si empunya.

Contohnya adalah seekor kambing yang diwakafkan susunya. Kambing itu tetap miliknya namun bila ada susu yang diperas, maka misalnya menjadi hak fakir miskin. Akad seperti itu pun bisa dibenarkan.

Begitu juga tentang penerima wakaf itu, bisa dikhususkan kepada orang tertentu saja tetapi bisa saja umum. Misalnya, tanah yang diwakafkan untuk kuburan keluarga dan ahli warisnya. Sedangkan untuk masjid biasanya manfatnya untuk seluruh umat Islam, tidak hanya khusus kelurga. Jadi wakaf itu memang bisa juga hanya diperuntukkan kepada kalangan tertentu saja sebagaimana amanat yang memberi wakaf.

Satu hal lagi yang penting adalah bahwa harta yang sudah diwaqafkan itu tidak boleh diwariskan. Karena bila sejak awal kepemilikannya memang sudah dilepas, para ahli waris tidak berhak mengaku-ngaku sebagai pemilik. Para ahli waris ini sama sekali tidak punya hak apalagi kewajiban untuk mengelola sebuah harta wakaf bila memang tidak diserahkan oleh si pemberi wakaf.

Yang berhak dan berkewajiban adalah nazir wakaf itu. Dan dalam hukum di negeri ini, penunjukan nazirwakaf itu dikuatkan dengan sebuah akte wakaf. Bahkan bila berbentuk sebidang tanah, yang lebih kuat adalah sertifikat wakaf. Namun nazir bukanlah pemilik, sehingga tidak berhak menjualnya, menyewakannya atau pun memanfaatkannya bila tidak sesuai dengan amanah yang diberikan.

Kewajiban keluarga dan juga semua lapisan masyarakat adalah mengingatkan nazir agar menjalankan amanat sesuai apa yang diminta oleh pemberi wakaf. Sebab bila dia khianat, maka dia pasti berdosa dan diancam oleh Allah SWT.

Pemindahan Waqaf

Sebagian dari ulama membolehkan menjual harta wakaf yang memang sudah tidak bermanfaat lagi untuk dibelikan barang yang sama di tempat lain. Misalnya bila sebuah masjid terkena gusur proyek pemerintah, tanahnya boleh dijual namun wajib dibangunkan masjid lagi di tempat lain. Sedangkan merubah manfaat harta wakaf bukanlah hal yang disepakati oleh kebanyakan ulama.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

I Love Allah SWT and Prophet Muhammad SAW


Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Setiap orang pasti menginginkan hidup bahagia. Namun banyak orang yang menempuh jalan yang salah dan keliru. Sebagian menyangka bahwa kebahagiaan adalah dengan memiliki mobil mewah, Handphone sekelas Blackberry, memiliki rumah real estate, dapat melakukan tur wisata ke luar negeri, dan lain sebagainya. Mereka menyangka bahwa inilah yang dinamakan hidup bahagia. Namun apakah betul seperti itu? Simak tulisan berikut ini.

Kebahagiaan untuk Orang yang Beriman dan Beramal Sholeh

Saudaraku … Orang yang beriman dan beramal sholeh, merekalah yang sebenarnya merasakan manisnya kehidupan dan kebahagiaan karena hatinya yang selalu tenang, berbeda dengan orang-orang yang lalai dari Allah yang selalu merasa gelisah. Walaupun mungkin engkau melihat kehidupan mereka begitu sederhana, bahkan sangat kekurangan harta. Namun jika engkau melihat jauh, engkau akan mengetahui bahwa merekalah orang-orang yang paling berbahagia. Perhatikan seksama firman-firman Allah Ta’ala berikut.
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl: 97). Ini adalah balasan bagi orang mukmin di dunia, yaitu akan mendapatkan kehidupan yang baik.
وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl: 97). Sedangkan dalam ayat ini adalah balasan di akhirat, yakni alam barzakh.
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَلَأَجْرُ الْآَخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui.” (QS. An Nahl: 41)
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.” (QS. Huud: 3). Kedua ayat ini menjelaskan balasan di akhirat bagi orang yang beriman dan beramal sholeh.
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10)
Inilah empat tempat dalam Al Qur’an yang menjelaskan balasan bagi orang yang beriman dan beramal sholeh. Ada dua balasan yang mereka peroleh yaitu balasan di dunia dan balasan di akhirat. Itulah dua kebahagiaan yang nantinya mereka peroleh. Ini menunjukkan bahwa mereka lah orang yang akan berbahagia di dunia dan akhirat.

Salah Satu Bukti

Seringkali kita mendengar nama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Namanya begitu harum di tengah-tengah kaum muslimin karena pengaruh beliau dan karyanya begitu banyak di tengah-tengah umat ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, nama aslinya adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Muhammad bin Al Khodr bin Muhammad bin Al Khodr bin Ali bin Abdullah bin Taimiyyah Al Haroni Ad Dimasqi. Nama Kunyah beliau adalah Abul ‘Abbas.
Berikut adalah cerita dari murid beliau Ibnul Qayyim mengenai keadaannya yang penuh kesusahan, begitu juga keadaan yang penuh kesengsaraan di dalam penjara. Namun di balik itu, beliau termasuk orang yang paling berbahagia.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
"Allah Ta’ala pasti tahu bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada beliau, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allah Ta’ala, yaitu berupa siksaan dalam penjara, ancaman dan penindasan dari musuh-musuh beliau. Namun bersamaan dengan itu semua, aku dapati bahwa beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya dan paling tenang jiwanya. Terpancar pada wajah beliau sinar kenikmatan hidup yang beliau rasakan. Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan kesempitan hidup, kami segera mendatangi beliau untuk meminta nasehat, maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pun sering mengatakan berulang kali pada Ibnul Qoyyim, “Apa yang dilakukan oleh musuh-musuhku terhadapku? Sesungguhnya keindahan surga dan tamannya ada di hatiku.”
Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan tatkala beliau berada di dalam penjara, padahal di dalamnya penuh dengan kesulitan, namun beliau masih mengatakan, “Seandainya benteng ini dipenuhi dengan emas, tidak ada yang bisa menandingi kenikmatanku berada di sini.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga pernah mengatakan, "Sebenarnya orang yang dikatakan dipenjara adalah orang yang hatinya tertutup dari mengenal Allah 'azza wa jalla. Sedangkan orang yang ditawan adalah orang yang masih terus menuruti (menawan) hawa nafsunya (pada kesesatan). "
Bahkan dalam penjara pun, Syaikhul Islam masih sering memperbanyak do’a agar dapat banyak bersyukur pada Allah, yaitu do’a: Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik (Ya Allah, aku meminta pertolongan agar dapat berdzikir, bersyukur dan beribadah dengan baik pada-Mu). Masih sempat di saat sujud, beliau mengucapkan do’a ini. Padahal beliau sedang dalam belenggu, namun itulah kebahagiaan yang beliau rasakan.
Tatkala beliau masuk dalam sel penjara, hingga berada di balik dinding, beliau mengatakan,
فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ

“Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.” (QS. Al Hadid: 13)

Itulah kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang memiliki keimanan yang kokoh. Kenikmatan seperti ini tidaklah pernah dirasakan oleh para raja dan juga pangeran.
Para salaf mengatakan,
لَوْ يَعْلَمُ المُلُوْكُ وَأَبْنَاءُ المُلُوْكِ مَا نَحْنُ فِيْهِ لَجَلِدُوْنَا عَلَيْهِ بِالسُّيُوْفِ

“Seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang.”

Mendapatkan Surga Dunia

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Di dunia itu terdapat surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan memperoleh surga akhirat.”
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa surga dunia adalah mencintai Allah, mengenal Allah, senantiasa mengingat-Nya, merasa tenang dan thuma’ninah ketika bermunajat pada-Nya, menjadikan kecintaan hakiki hanya untuk-Nya, memiliki rasa takut dan dibarengi rasa harap kepada-Nya, senantiasa bertawakkal pada-Nya dan menyerahkan segala urusan hanya pada-Nya.
Inilah surga dunia yang dirindukan oleh para pecinta surga akhirat.
Itulah saudaraku surga yang seharusnya engkau raih, dengan meraih kecintaan Allah, senantiasa berharap pada-Nya, serta dibarengi dengan rasa takut, juga selalu menyandarkan segala urusan hanya kepada-Nya.

Penutup

Inti dari ini semua adalah letak kebahagiaan bukanlah dengan memiliki istana yang megah, mobil yang mewah, harta yang melimpah. Namun letak kebahagiaan adalah di dalam hati.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita dan memberikan kita surga dunia yaitu dengan memiliki hati yang selalu bersandar pada-Nya.

Hati yang selalu merasa cukup itulah yang lebih utama dari harta yang begitu melimpah.


Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.